Datapolis.id – Sebagai suatu profesi yang terus berkembang seiring perkembangan zaman, seorang aktuaris dituntut untuk berkembang dan menyesuiakan diri sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan Industri. Untuk menjamin kapasitas aktuaris yang bersesuaian dengan kebutuhan saat ini dan juga di masa depan, peran lembaga profesi aktuaris melalui proses standardisasi pendidikan aktuaris sangatlah diperlukan. Oleh karena itu perubahan kurikulum untuk mempersiapkan calon-calon aktuaris sangatlah diperlukan.
Untuk meningkatkan kapabilitas lulusan aktuaris salah satu lembaga profesi The Institute and Faculty of Actuaries (IFoA), yang merupakan lembaga professional aktuaris yang mengeluarkan standar untuk pendidikan dan pengembangan, serta pengatur regulasi aktuaris di UK dan International meluncurkan curriculum baru di awal tahun 2019. Peluncuran kurikulum ini dilakukan untuk menjamin kurikulum yang ada saat ini bersesuaian, up-to-date dan merefleksikan skill, pengetahuan, dan atribut yang dibutuhkan oleh seorang akturis dalam perubahan lingkungan bisnis global. Lebih lanjut, hal ini juga didasari untuk menyesuaikan standar atau silabus yang dikeluarkan oleh International Actuarial Association (IAA) pada tahun 2017[1].
Di dalam curriculum IFoA 2019, kualifikasi aktuaris memilki tiga fundamental komponen yang tidak dapat digantikan yaitu ujian, profesionalisme, dan pengalaman yang dibangun dari dunia kerja. Adapun dalam subject curriculum IFoA terdapat beberapa point diantaranya Core Principles, Core Practical, Specialist Principles, Specialist Advanced, dan Personal and Professional Development. Bila kita perhatikan lebih dalam, pada Core Practices terdapat tiga area yaitu Acturial Practice, Modelling Practice, dan Communication Practice. Dalam hal ini, seorang akturis tidak hanya mampu secara teori, tetapi juga mampu menerapkan teori-teori yang telah dipelajari yang direfleksikan dalam soal-soal yang dihadapi di dunia nyata.
Dalam Acturial practice seorang aktuaris harus mampu menggunakan teknik dan kemampuan bisnis dalam actuarial statistics, actuarial mathematics, dan business subject yang dikombinasikan dengan materi-materi baru yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah di dunia nyata. Sedangkan pada modelling practices seorang aktuaris diharapkan mampu mengembangkan kemampuan untuk memodelkan data, melakukan audit data, dan manganalisa metode dan hasil luaran dan mengkomunikasian hal tersebut ke senior aktuaris tentang pendekatan, hasil, dan kesimpulan yang ditarik. Yang terakhir adalah communication practice, yang bertujuan untuk memastikan seorang aktuaris mampu mengomunikasikan secara efektif ketika menghubungkan suatu konsep yang digunakan seorang aktuaris kepada orang awam dan aktuaris dapat melakukan refleksi diri dalam komunikasi mereka.
Dari penjelasan di atas, bila kita bandingkan silabus dalam IFoA dan silabus Persatuan Aktuaris Indonesia (PAI), masih ada skill dan keahlian yang belum di cover dalam silabus dan ujian yang dimiliki oleh PAI. Skill tentang actuarial practis dan modeling practices yang pada dasarnya terkait dengan penggunaan machine learning dalam dunia kerja, serta skill komunikasi yang sangat dibutuhkan oleh seorang aktuaris untuk menjelaskan konsep-konsep yang mereka miliki kepada orang lain. Oleh karena itu, bagi calon-calon aktuaris, sudah saatnya untuk mulai mengembangkan skill-skill di atas untuk menghadapi tuntutan-tuntutan yang perlu dimiliki oleh seorang aktuaris saat ini dan di masa depan.
[1] https://www.actuaries.org.uk/studying/curriculum-2019