The Latte Effect

The “Latte” Effect

Dunia keuangan dan gaya hidup memunculkan istilah baru akhir-akhir ini, istilah yang muncul karena gaya hidup yang berimbas kepada keuangan si pelaku.

Pertanyaannya adalah:

Apakah kita terjangkit alias jadi pelaku?

Apakah kita pelaku lama atau baru saja terkena “virus” gaya hidup baru ini?

Mari Kita simak bersama.

Ini “Virus” baru.

Ini bukan beneran virus, namun ini adalah kebiasaan tidak sehat yang sedang marak menjangkit terutama kaum muda, urban dan aktif.

Latte effect adalah sebuah kondisi dimana seseorang melakukan pengeluaran (biasanya untuk ngopi) atau pengeluaran untuk cemilan yang dilakukan hampir setiap hari.

Latte effect populer belakangan, karena ada yang terjerat beban hutang atau tidak mampu menabung bukan karena tidak bisa, namun kartu kredit penuh dengan billing tagihan ngopi dan terakumulasi dalam jumlah yang cukup fantastic akhirnya.

the latte effect3

Hitung-hitungan Latte Effect

Rio (bukan nama sebenarnya) bekerja sebagai design grafis di sebuah kantor start up yang cukup berkembang, kerjaan Rio membuat dia boleh dan bisa mengerjakan tugasnya dimana saja. Kondisi ini juga dialami Rio-Rio lainnya dengan bidang pekerjaan berbeda.

Setiap pagi Rio tidak langsung menuju kantor, melainkan dia mampir di coffeeshop ternama untuk menyesap kopi kesukaannya, padahal di kantor Rio sudah tersedia mesin pembuat kopi yang tak kalah canggihnya. Rio melakukan ini hampir setiap Hari, bahkan jadi double ketika weekend tiba.

Mari kita hitung pengeluaran hidup Rio untuk latte saja:

Satu cup Coffee Latte ukuran sedang 35 ribuan dengan asumsi PENGELUARAN ini dilakukan 30 Hari perbulan (padahal weekend malahan Dua Kali lipat) maka biaya kopi kopi ganteng ini sudah sebesar satu juta lebih.

Satu juta, jumlah yang lumayan jika dilakukan terus menerus. Juga menjadi jumlah yang cukup besar jika terkumpul dalam waktu lama.

Sedikit demi sedikit, lama lama banyak juga

Plesetan pepatah diatas “related” sekali dengan Latte Effect ini. Karena pengeluaran kecil yang tak terasa ini bisa dikendalikan, dengan syarat dan kondisi tentunya.

  1. Menyadari terjangkit latte effect

Kalau tak menyadari atau tidak peduli, maka tidak mungkin untuk dilakukan perubahan dari kebiasaan ini.

  1. Niat berubah

Keinginan untuk melakukan perubahan harus timbul dari pribadi yang bersangkutan. Ingat, latte effect tidak akan jadi ancaman dalam waktu dekat. Sehingga menimbulkan kesadaran menjadi semacam PR yang paling susah

  1. Punya Alasan untuk perubahan

Sebaiknya Cari faktor WHY, kenapa harus mengurangi latte effect ini. Misalkan bisa diniatkan uangnya untuk biaya traveling, bisa diniatkan uangnya untuk hal yang lebih produktif dalam bentuk investasi, bisa dialihkan dana lattenya untuk mengambil proteksi, nabung saham, dan lain-lain.

the latte effect2

Bukan berhenti, hanya mengurangi.

Nah, artikel ini tidak juga melarang kamu untuk ngopi bareng atau mengunjungi kedai kopi favoritemu. Frekuensinya saja yang sebaik diatur kembali, sehingga pengeluaran lattemu dari sejuta perbulan menjadi separuhnya saja.

Bayangkan Uang 500 ribu yang kami simpan selama setahun tanpa bunga bank sekalipun di akhir tahun telah menjadi 6 juta. Lebih dari cukup untuk membayar biaya traveling, membiayai premi pertama, menambahkan jumlah tabungan saham atau reksadana kamu.

So, sekarang gimana, apakah kamu salah seorang yang terjangkit virus latte effect ini? Jika iya, semoga belum kronis ya ! dan cepat untuk menyadari dan segera mengatasinya,

Ingat, pepatah lama yang masih berlaku sampai saat ini. Sedikit Demi sedikit, lama-lama menjadi bukit, alias banyak.

Kalo terkumpul banyak, masa depan sejahtera yang akan kamu dapatkan di kemudian hari.

Selamat Tinggal Latte Effect, Selamat Datang Latte with Plan Effect

Leave A Comment

You must be logged in to post a comment