Laporan keuangan merupakan kunci dalam memahami posisi dan kinerja keuangan sebuah perusahaan. Menurut PSAK 1, laporan keuangan terdiri dari beberapa komponen utama: laporan posisi keuangan, laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain, laporan perubahan ekuitas, laporan arus kas, serta catatan atas laporan keuangan. Selain itu, untuk perusahaan yang melakukan perubahan kebijakan akuntansi, penyajian kembali (restatement), atau reklasifikasi pos-pos, diwajibkan juga menyajikan laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif—biasanya disebut sebagai laporan posisi keuangan awal periode sebelumnya.
Apa Itu Restatement? #
Restatement laporan keuangan adalah penyajian kembali informasi keuangan dari periode sebelumnya untuk memperbaiki kesalahan atau ketidaksesuaian yang ditemukan setelah laporan keuangan tersebut dipublikasikan. Kesalahan ini bisa terjadi karena berbagai alasan, seperti kelalaian, kesalahan pencatatan, ketidaksesuaian dengan standar akuntansi yang berlaku, atau bahkan karena perubahan kebijakan dan estimasi akuntansi.
Restatement bukan hanya sekadar koreksi teknis, namun bisa berdampak besar terhadap persepsi stakeholder, termasuk investor, regulator, dan kreditur. Dalam konteks imbalan kerja, restatement bisa menjadi sangat signifikan karena perhitungan manfaat pascakerja melibatkan estimasi jangka panjang yang kompleks dan sensitif terhadap asumsi seperti usia pensiun, masa kerja, tingkat diskonto, dan kenaikan gaji.
Landasan Normatif Restatement: PSAK 25 #
Di Indonesia, PSAK 25 tentang Kebijakan Akuntansi, Perubahan Estimasi Akuntansi, dan Kesalahan menjadi acuan utama ketika perusahaan harus melakukan restatement. Dalam PSAK 25, restatement diwajibkan jika:
-
Perubahan Kebijakan Akuntansi
Misalnya, ketika perusahaan mengubah pendekatan dalam mengukur kewajiban imbalan kerja, seperti dari metode projected unit credit ke metode lain (jika diperkenankan), atau ketika adopsi PSAK baru seperti PSAK 24 yang mengatur imbalan kerja menyebabkan perubahan signifikan. -
Perubahan Estimasi Akuntansi
Estimasi akuntansi sangat lazim digunakan dalam perhitungan imbalan kerja, seperti asumsi umur pensiun, kenaikan gaji, mortalitas, dan tingkat diskonto. Ketika terjadi revisi signifikan atas asumsi-asumsi ini berdasarkan informasi terbaru, maka penyesuaian akan dicatat secara prospektif—bukan restatement, kecuali dalam kasus yang sangat luar biasa. -
Koreksi Kesalahan
Misalnya, ditemukan bahwa perhitungan imbalan kerja di masa lalu menggunakan data masa kerja yang salah, atau tidak memperhitungkan jenis manfaat tertentu (seperti manfaat cuti besar atau pensiun dini). Kesalahan material seperti ini harus diperbaiki secara retrospektif melalui restatement.
Mengapa Restatement Penting dalam Imbalan Kerja? #
Imbalan kerja, terutama manfaat pasca kerja seperti pensiun, pesangon, dan manfaat lainnya, melibatkan komitmen keuangan jangka panjang perusahaan terhadap karyawan. Jika ada kesalahan dalam perhitungannya, hal itu dapat:
-
Menyebabkan laporan posisi keuangan dan laba rugi menyajikan angka yang menyesatkan,
-
Mempengaruhi penilaian risiko keuangan perusahaan oleh investor atau kreditur,
-
Menimbulkan risiko kepatuhan terhadap regulasi, termasuk dari OJK atau auditor eksternal,
-
Menciptakan ketidakpastian di antara karyawan mengenai hak mereka.
Sebagai contoh, jika kewajiban imbalan kerja dinyatakan lebih rendah dari seharusnya karena asumsi kenaikan gaji yang terlalu konservatif, maka laba bersih akan terlihat lebih tinggi dari kenyataan. Hal ini bisa berdampak terhadap keputusan investasi atau distribusi dividen yang keliru.
Bayangkan sebuah perusahaan menyatakan dalam laporan keuangan tahun 2022 bahwa total kewajiban imbalan kerja adalah Rp20 miliar. Namun pada tahun 2023, hasil audit aktuaria terbaru menunjukkan bahwa kewajiban tersebut seharusnya sebesar Rp30 miliar karena adanya kekeliruan dalam memperhitungkan masa kerja dan tunjangan tetap tertentu yang seharusnya dimasukkan ke dalam komponen gaji tetap.
Dalam kasus ini, perusahaan wajib melakukan restatement atas laporan keuangan tahun 2022 untuk menyajikan kembali angka yang benar, termasuk melakukan penyesuaian terhadap ekuitas awal tahun 2023.
Restatement dan Tata Kelola Perusahaan #
Restatement yang dilakukan secara transparan dan sesuai standar justru mencerminkan komitmen perusahaan terhadap tata kelola yang baik. Ini menunjukkan bahwa perusahaan tidak menutupi kesalahan dan bersedia memperbaiki informasi untuk kepentingan bersama. Oleh karena itu, meskipun restatement bisa memberi sinyal negatif jika terlalu sering terjadi, namun pada dasarnya restatement adalah alat penting untuk menjaga akurasi dan kredibilitas laporan keuangan.
Dalam dunia yang terus berkembang dengan regulasi akuntansi dan kompleksitas pengukuran imbalan kerja yang semakin tinggi, restatement laporan keuangan menjadi bagian penting dari proses pelaporan keuangan. Perusahaan perlu memahami kapan dan bagaimana melakukan restatement, khususnya terkait kewajiban imbalan kerja yang sensitif terhadap perubahan asumsi dan kebijakan. Dengan restatement yang tepat dan transparan, perusahaan tidak hanya memperbaiki angka-angka, tetapi juga membangun kepercayaan dan menjaga integritas jangka panjang di mata seluruh pemangku kepentingan.